Jumat, 02 Juli 2010

JENGIS KHAN, SANG PENAKLUK DAN HANCURNYA BAGHDAD

Oleh Abdul Hadi W. M.

Ratusan ribu mayat tanpa kepala berserakan dan tumpang tindih memenuhi jalanan, parit, gorong-gorong, tepian sungai dan lapangan-lapangan. Di sekitar tempat serakan mayat bangunan-bangunan megah dan indah tinggal puing-puing dan rerontok. Asap mengepul dari bangunan-bangunan yang dibakar. Tentara dari pangkat rendah sampai tinggi sibuk memenggal kepala penduduk kota dan kemudian memisahkan menurut kelompok masing-masing: kepala wanita tersendiri, begitu pula kepala anak-anak dan orang tua.. Sungai Dajlah atau Tigris berubah menjadi hitam disebabkan tinta dari ribuan manuskrip. Perpustakaan, rumah sakit, masjid, madrasah, tempat pemandian, rumah para bangsawan dan harem sultan, toko dan rumah makan --- semuanya dihancurkan.
Demikianlah kota yang selama beberapa abad menjadi pusat terbesar peradaban Islam itu pun musnah dalam sekejap mata. Setelah puas pasukan penakluk itupun bersiap-siap pergi tanpa penyesalan sedikit pun. Mereka kini hanya sibuk mengumpulkan barang-barang jarahan yang berharga: Timbunan perhiasan yang tak ternilai harganya, berkilo-kilo batangan emas dan uang dinar, batu permata, intan berlian – semua dimasukkan ke dalam ratusan karung dan kemudian diangkut dalam iringan gerobak dan kereta yang sangat panjang.

Penyair Sa`di (1184-1291 M) pernah menyaksikan peristiwa serupa sebelumnya, yaitu di kota Shiraz. Dia berhasil menyelamatkan diri dan merekam peristiwa yang dia saksikan dalam sajaknya:

Tibalah sudah waktunya bagi langit
Mencurahkan hujan darah yang lebat ke haribaan bumi
Begitulah kebinasaan menyapu bersih
Kerajaan al-Mu`tashim, khalifah orang mukmin
Ya Muhammad! Apabila Hari Pengadilan datang
Angkatlah kepala Tuan dan lihat kesengsaraan umatmu ini

Saksi lain menulis: “Para musisi dan penyanyi dipanggil agar bernyanyi dengan riang gembira, sementara bangsawan-bangsawan kota diperintahkan merawat kuda-kuda mereka. Kitab salinan al-Qur`an yang tidak ternilai harganya dilempar dan diinjak-injak.” Juwayni, seorang sejarawan abad ke-13 M, yang berhasil melarikan diri dari Bukhara ketika kota itu diserbu beberapa tahun sebelumnya, melihat bagaimana kota kelahiran Imam Bukhari ahli Hadis yang mayshur itu diratakan dengan tanah. Tulis Juwayni: “Mereka datang, merusak, menghancurkan, membunuh, memperkosa wanita muda dan tua, menjarah harta dan akhirnya pergi dengan tenang dan puas hati”.
Demikian gambaran sekilas kebengisan dan teror yang dilakukan tentara Mongol di lebih separoh daratan Asia dan Eropah Timur sejak awal hingga pertengahan abad ke-13 M. Baghdad, ibukota kekhalifatan Abbasiyah, mendapat giliran agak akhir, pada bulan Februari 1258 M. Serbuan kali ini dirancang dari Transoxiana di Asia Tengah dan dipimpin oleh salah seorang cucu Jengis Khan yang tidak kalah bengis dari kakeknya. Di antara catatan sejarah mengenai kebiadaban orang-orang Mongol ialah catatan sejarawan terkemuka Ibn `Athir (w. 1231 M) dan ahli geografi Yaqut al-Hamawi (w. 1229 M). Menurut mereka tokoh-tokoh Muslim terkemuka – amir, panglima perang, tabib, ulama, budayawan, ilmuwan, cendekiawan, ahli ekonomi dan politik, serta saudagar kaya – tewas dalam keadaan mengenaskan. Kepala mereka dipenggal, dipisahkan dari badan, karena khawatir ada yang masih hidup dan berpura-pura mati.
Timbul pertanyaan: Jenis manusia dan bangsa macam apakah orang-orang Mongol pada abad ke-13 itu? Mengapa mereka tiba-tiba muncul menjadi kekuatan yang menggemparkan dunia beradab dan dapat menaklukkan wilayah yang sangat luas. Dari ujung timur negeri Cina sampai ujung barat Polandia, dari batas utara Rusia hingga batas selatan Teluk Parsi – semua ditundukkan dan dikuasai hanya dalam waktu kurang lebih 40 tahun?

Jengis dan Kutula Khan
Untuk mengenal watak suatu bangsa, dan kekuatan bangsa tersebut dalam kurun sejarah tertentu, kita dapat bercermin pada pemimpinnya dan bagaimana pemimpin tersebut menempa serta mengorganisasi bangsanya. Tokoh sentral bangsa Mongol pada abad ke-13 M ialah Jengis Khan serta anak cucunya yang perkasa seperti Ogotai, Batu, Hulagu dan Kubilai Khan. Jengis telah berhasil memimpin bangsa Mongol menaklukkan daratan Asia yang menyebabkan keturunannya memerintah dan menguasai negeri-negeri yang ditaklukkannya itu selama beberapa abad. Dialah yang menempa bangsa Mongol menjadi bangsa yang tangguh, berani dan nekad.
Namanya ketika kecil ialah Temujin. Ayahnya Yasugei adalah seorang khan (raja) yang mengepalai 13 kelompok suku Borjigin, salah satu suku utama Mongol-Turk yang paling berani dan gagah perkasa. Sebagai khan kecil Yasugei tunduk kepada khan yang lebih tinggi, Utaq Khan. Ketika Temujin baru berusia 13 tahun terjadilah perebutan kekuasaan dalam suku Borjigin. Ayahnya mati terbunuh disebabkan panah beracun dari salah seorang lawan politiknya. Karena masih muda Temujin tidak diakui sebagai penggantinya. Malahan keselamatan dirinya serta ibu dan adik-adiknya terancam.
Keluarga Yasugei melarikan diri dan mendapat perlindungan dari salah seorang saudaranya dari suku Nainan. Pada tahun 1182 Temujin menjadi remaja yang tangkas serta berani, dan berhasil mempersunting salah seorang putri keluarga terkemuka suku itu, yaitu Bortai. Bortai mendampingi Temujin sampai akhir hayat dan setia mengikuti suaminya ke daerah-daerah peperangan.
Bakat Temujin sebagai pemimpin telah kelihatan pada waktu berusia 20 tahun. Segala seluk ilmu perang dia pelajari, begitu pula ketangkasan menunggang kuda dan penggunaan segala jenis senjata perang. Secara diam-diam dia mengumpulkan para pengikut ayahnya dan melatih mereka dengan disiplin keras. Pada waktu yang tepat dia pun menyerang bekas lawan politik ayahnya dan berhasil merebut kembali kedudukannya sebagai khan suku Borjigin. Tidak berapa lama sesudah itu dia berhasil pula menyatukan suku-suku Mongol dan Turk yang terpencar-pencar di wilayah luas antara sungai Dzungaria dan Izdryah. Pada tahun 1202 M Huraltau, majlis besar suku-suku Mongol Turk, memberi pengakuan kepada Temujin sebagai Khan seluruh orang Mongol dengan gelar Jengis Khan. Artinya raja diraja dan dalam bahasa Arab dipanggil Sayyid al-Muthlaq.
Salah satu faktor keberhasilan Jengis Khan ialah kebengisan dan kekejamannya dalam memperlakukan lawan-lawan politik yang dikalahkannya. Apabila pihak lawan telah ditundukkan, para pemimpinnya lantas ditangkap dan kemudian direbus hidup-hidup dalam air panas yang sedang mendidih dalam belanga besar. Pengangkatannya sebagai khan besar seluruh orang Mongol semakin memperkuat keyakinan dirinya dan keyakinan bahwa pasukan tentaranya sangat kuat. Inilah yang mendorong Jengis mulai berpikir bagaimana menaklukkan negeri-negeri di sekitarnya yang wilayahnya sangat luas dan makmur, seperti Cina, Khwarizmi di Asia Tengah, Persia, India Utara serta Eropah Timur.
Jengis mulai melatih lebih keras pasukan tentaranya. Dia merekrut sebanyak-banyaknya orang Mongol dari berbagai suku dan mengorganisasikannya menjadi kekuatan militer yang besar. Tentaranya dilatih dengan disiplin keras. Teknik-teknik teror dan kekejaman yang canggih juga diajarkan kepada mereka. Percobaan pertama untuk menguji keunggulan tentaranya ialah dengan menyerbu Cina Utara yang dikuasai bangsa Kin. Alasan penyerbuan cukup kuat: Bangsa Kin sering menyerang Mongolia dan membunuh pemimpin mereka dengan kejam. Dalam serbuan itu dengan mudahnya tentara Mongol dapat menundukkan Cina Utara. Penduduk dan pemimpin mereka dibunuh, kecuali orang cerdik pandai, seniman, pengrajin, guru, rohaniwan, dokter dan ahli strategi perang.
Sebagaimana tokoh besar lain Jengis Khan mempunyai tokoh idola yang ikut membentuk kepribadian dan arah cita-citanya. Idolanya itu ialah tokoh utama sebuah cerita rakyat Mongolia yang populer Kutula Khan. Menurut cerita tersebut Kutula Khan bertubuh besar, suaranya bagaikan bunyi guruh dan guntur menyambar puncak gunung. Tangannya yang kuat bagaikan beruang dengan mudah dapat mematahkan tubuh orang semuda mematahkan anak panah. Walau udara dingin pada musim gugur dia dapat tidur dengan nyenyak dekat api pediangan tanpa memakai baju. Percikan api yang melukai tubuhnya tidak dia pedulikan, seolah-olah gigitan nyamuk saja. Dalam sehari dia makan seekor domba dan satu guci susu.
Kepada seorang jenderalnya Jengis pernah bertanya: “Apakah kebahagian terbesar dalam hidup ini, menurut pendapatmu?” Jenderalnya menjawab: “Berburu di musim semi mengendarai seekor kuda yang tangkas dan baguis!” “Bukan!” jawab Jengis Khan. “Kebahagiaan terbesar ialah menaklukkan musuh, mengejar mereka sampai tertangkap, kemudian merampas harta milik mereka, memandangi kerabat dekat mereka meratap dan menjerit-jerit, menunggangi kuda-kuda mereka, memeluk istri dan anak-anak gadis mereka serta memperkosa mereka.”
Ogotai, salah seorang putranya, mempraktekkan betul-betul apa yang dikatakan ayahnya. Apabila Ogotai dan tentaranya berhasil menduduki kota, dia akan memerintahkan ratusan gadis berbaris dan kemudian beberapa gadis paling cantik dipilihnya untuk dirinya. Yang agak cantik untuk jenderal-jenderalnya dan selebihnya untuk perajurit-perajurit yang lebih rendah pangkatnya. Amir Khusraw, penyair Persia abad ke-13 M yang melarikan diri dan tinggal di India, memberi gambaran seperti berikut tentang orang-orang Mongol itu: “Mereka mengendarai unta dan kuda dengan tangkas, tubuh mereka bagaikan besi, wajah membara, tatapan mata garang, leher pendek, telinga lebar berbulu dan memakai anting-anting, kulit kasar penuh kutu dan baunya amat tidak sedap.”
Penulis lain mengatakan bahwa mereka seperti keturunan anjing saja, wajah rajanya seperti binatang buas dan berkata bahwa Tuhan mencipta mereka dari api neraka.” Sejarawan Ibn `Athir melaporkan bahwa ketika Bukhara diserbu, 30 ribu tentara kerajaan Khwarizmi tidak berkutik menghadapi keganasan dan kebengisan mereka. Juwaini, sejarawan abad ke-13 yang lain, menulis dalam bukunya Tarikh-I-Jehan Gusan: “Jengis Khan naik ke atas mimbar masjid dan mengaku sebagai cemeti Tuhan yang diutus untuk menghukum orang-orang yang penuh dosa.”

Perang Dengan Negeri Islam
Awal permusuhan dan peperangan dengan negeri Islam bermula dari peristiwa tahun 1212 M. Pada suatu hari tiga orang saudagar Bukhara bersama puluhan rombongannya tiba di wilayah Mongol dan menuju ibukota Karakorum. Entah mengapa orang-orang Mongol menangkap mereka dan kemudian menyiksanya. Sedangkan barang dagangannya dirampas. Tidak lama setelah peristiwa itu Jengis Khan mengirim 50 orang saudagar Mongol untuk membeli barang dagangan di Bukhara. Atas perintah amir Bukhara Gayur Khan, mereka ditangkap dan dihukum mati. Jengis sangat marah dan merancang menyerbu kerajaan Khwarizmi dan negeri lain di Asia Tengah. Penyerbuan itu baru terlaksana pada tahun 1219, hanya selisih tiga tahun setelah tentara Mongol menaklukkan seluruh wilayah Cina.
Pada tahun 1227 M Jengis Khan meninggal dunia , sebelum seluruh wilayah Khwarizmi dan Asia Tengah, termasuk Afghanistan dan India Utara, berhasil ditaklukkan. Dia digantikan putranya Ogotai (1229-1241 M). Di bawah pimpinannya semakin banyak wilayah taklukkan Mongol. Kekuasaan mereka mencapai Sungai Wolga dan Polandia. Sebagian besar orang Mongol telah memeluk agama Buddha, namun beberapa bangsawan dan istri mereka ada yang memeluk agama Kristen. Pengganti Ogotai ialah Kuyuk (1246-1249 M) dan Kuyuk digantikan oleh Mangu (1251-1264), putra sulung Tulul dan Tulul ialah adik bungsu Ogotai. Pada masa kepemimpinan Mangu inilah konflik terjadi dalam keluarga Jengis Khan.
Entah apa sebabnya pada suatu hari Mangu menuduh Ogul Ghaimi, bekas permaisuri Ogotai yang beragama Kristen, bermaksud menggulingkan kekuasaannya dan menghasut orang Mongol yang beragama Buddha melakukan makar. Ogul Ghaimi dihukum mati dan hampir semua keturunan Ogotai dibunuh. Keputusan tersebut didukung oleh Kubilai Khan, yang telah menjadi kaisar Cina, dan Hulagu. Cucu Ogotai, Kaidu yang menjadi panglima di Subutai, tidak berhasil melaksanakan niatnya membalas dendam. Ia malah dipaksa menyerahkan wilayah kemaharajaan Kara Kita (Xinjiang, Cina) kepada Mangu. Begitulah sejak itu kekuasaan Mangu menjadi bertambah luas.
Sebenarnya serangan terhadap Baghdad tidak pernah terpikirkan oleh Mangu, sebab di samping tentara Abbasiyah masih dianggap kuat dan berbahaya, beberapa ulama yang menjadi penasehat penguasa Mongol dapat meyakinkan bahaya serangan tersebut. Menurut para ulama bagaimana pun juga khalifah al-Mu`tashim ialah pemimpin kaum muslimin dan barang siapa yang menistanya pasti akan mendapat balasan setimpal dari Tuhan. Penyerbuan ke Baghdad terjadi setelah Mangu memerintahkan Hulagu membasmi Istana Benteng Alamut dan wilayah yang dikuasai orang-orang Hassasin., yaitu cabang dari sekte Ismiliyah (Syiah Imam Tujuh). Orang-orang Hassasin sangat berbahaya karena sering merampok dan membunuh para saudagar, termasuk saudagar Mongol.
Ketika mendapat perintah saudaranya itu Jenderal Hulagu juga mendapat pesan khusus dari istrinya Dokuz-Khatun yang beragama Kristen. Dokuz-Khatun mempunyai hubungan dengan pemimpin pasukan Perang Salib yang sedang berperang dengan tentara Islam merebut Yerusalem pada waktu itu, dan berkonspirasi dengan misionaris Kristen untuk menghancurkan kaum Muslim. Dia meminta kepada suaminya agar setelah menghancurkan Benteng Alamut (di utara Afghanistan sekarang) segera menaklukkan Iran dan Iraq. Demikianlah sebelum menaklukkan dan membasmi pengikut Hassasin di Alamut, Hulagu dan ribuan tentaranya berangkat dari Transoxiana. Mula-mula dia menyerbu Merw, Rayya dan Nisyapur, kemudian Hamadhan dan dari situ berputar menuju dataran tinggi Marenda serta menghancurkan Istana Benteng Alamut dan membinasakan ribuan pengikut Hassasin.
Setelah itu pasukan Hulagu menyerbu Azerbaijan dan Armenia, yang dengan mudah dapat menaklukkanya. Gerakan selanjutnya ialah ke arah selatan memasuki wilayah al-Jazirah. Setelah beristirahat agak lama dan mengatur strategi perang, di antaranya mengirim mata-mata, pada hari Minggu 4 Syafar 656 H (Februari 1258 M) pasukan Hulagu bergerak mendekati kota Baghdad. Walaupun perlawanan yang diberikan oleh tentara Abbasiyah cukup sengit, namun tidak begitu sukar bagi Hulagu untuk mengalahkan dan menghancurkan mereka.
Catatan yang cukup menarik tentang kekalahan tentara kaum Muslimin Baghdad itu terdapat dalam buku Tarikh al-Islam (hal. 206-7) karangan sejarawan terkenal abad ke-13 M Muhyiddin al-Khayyat: “Sejak bertahun-tahun lamanya telah timbul pertentangan tajam antara pengikut Sunni dan Syiah, juga antara pengikut madzab Syafii dan Hanafi. Pertumpahan darah telah sering pula terjadi dalam pertikaian yang timbul di antara golongan-golongan yang saling bertentangan itu.Pada saat itu khalifah yang berkuasa ialah al-Mu`tashim, sedangkan wasirnya Muayyad al-Dien Ibn al-Qami, seorang tokoh Syiah terkemuka.
Amir Abu Bakar, putra khalifah, dan Panglima Rukhnuddin al-Daudar sudah lama menaruh dendam kepada wasir al-Qami. Pada suatu hari dia memerintahkan tentara mengobrak-abrik tempat tinggal orang Syiah. Peristiwa ini dirasakan sebagai pukulan hebat oleh wasir terhadap dirinya. Diam-diam dia berkorespondensi dengan Hulagu dan mendorong panglima Mongol dari Transoxiana itu segera berangkat merebut ibukota Baghdad.
Hulagu pun datang dengan ribuan tentaranya pada bulan Syafar 656 H dan mengepung Baghdad. Dengan persetujuan khalifah Panglima al-Daudar membawa pasukan tentara Baghdad untuk mengusir tentara Mongol. Tetapi malang tidak dapat dielakkan. Pasukannya kalah telak dan dia sendiri tewas dengan kepala terpisah dari badan. Sisa pasukannya menyelamatkan diri ke balik tembok ibukota yang kukuh dan sebagian lagi melarikan diri ke Syria.
Setelah itu wasir al-Qami menemui Hulagu, dan atas persetujuan Khalifah al-Mu`tashim, dilakukan perundingan dengannya. Wasir dan pengiringnya pulang ke dalam kota, dan setelah terjadi kericuhan dia pun berkata kepada khalifah: “Hulagu Khan berjanji akan tetap menghormati dan mengakui Tuan sebagai Khalifah, seperti mereka mengakui Sultan Konya. Bahkan dia hendak mengawinkan seorang putrinya dengan putra Tuanku, Amir Abu Bakar!”
Muhiyiddin al-Khayyat selanjutnya melaporkan bahwa Khalifah al-Mu`tashim disertai seluruh pembesar kerajaan dan hakim beserta keluarga mereka sebanyak 3000 orang keluar dari istana menemui Hulagu. Pada mulanya mereka disambut dengan baik, tetapi sekonyong-konyong dibantai satu persatu oleh perajurit-perajurit Mongol. Selama 40 hari lamanya perajurit Hulagu Khan membunuh, menjarah, memerkosa wanita. Rumah-rumah ibadah, perpustakaan, madrasah, istana, dan gedung-gedung lain dihancurkan hingga luluh lantak. Buku-buku agama, filsafat, ilmu, sastra dan lain-lain-lain diceburkan ke sungai Tigris hingga air sungai itu berwarna hitam oleh tinta naskah yang diceburkan. Bayi dalam gendongan dibantai bersama ibu mereka. Wanita hamil yang kurang cantik parasnya ditusuk perutnya. Hanya gadis-gadis cantik yang selamat dari pembantaian sebab mereka memang diincar untuk dijadikan obyek pemuasan hawa nafsu mereka. Sejak itulah Dinasti Ilkhan Mongol berkuasa di bekas wilayah kekuasaan kekhalifatan Abbasiyah, termasuk Persia yang wilayahnya ketika itu membentang luas meliputi sebagian Asia Tengah dan Afghanistan sekarang di samping Iran dan Iraq..

Orang Mongol Memeluk Islam
Dalam perjalanan sejarah sering terjadi hal yang musykil dan ganjil serta tak terbayangkan oleh siapa pun sebelum peristiwa itu terjadi. Di Cina orang-orang Mongol yang menguasai negeri itu dengan kekejaman serupa hanya dalam dua generasi berbondong-bondong memeluk agama Buddha yang berkembang di Cina. Penganut Konfusianisme dan Taoisme mengalami tekanan berat. Di Persia dan Asia Tengah sebaliknya, hanya dua tiga generasi kemudian bangsa Mongol beramai-ramai memeluk agama Islam. Tidak hanya di situ, mereka juga menjadi pelindung kebudayaan dan peradaban Islam yang termasuk paling gigih dan lama dalam sejarah.
Tentu saja prosesnya berliku-liku. Pemimpin Mongol pertama yang memeluk Islam ialah Barkha Khan (1256-1266 M), cucu Jengis Khan dari putranya Juchi Knan yang berkuasa di Eropa Timur dan Tengah. Bersama ratusan pengikutnya dia memeluk Islam berkat keakabannya dengan sejumlah sufi dan pemimpin tariqat di sekitar lembah Wolga. Sultan Bharka inilah yang membantu Sultan Baibar dari Mesir dalam menghaapi serangan Hulagu Khan dan tentara Salib pada ahun 1260 M. Sultan Mongol lain yang paling awal memeluk Islam ialah Abagha (1265-1282), kemudian disusul putranya Tagudar Khan (1281-1284 M). Namun karena tindakannya memberi peluang besra bagi perkembangan Islam, dia diadukan oleh pemuka-pemuka bangsa Mongol kepada Kubilai Khan di Cina. Rebutan kekuasaan terjadi dan Tagudar mati terbunuh. Dia digantikan oleh putranya Arghun yang memeluk agama Kristen.
Penggantiu Arghun adalah Baidu Khan (1293-1295 M). Pada masa inilah terjadi peristiwa paling sejarah. Setelah dia meninggal putranya Ghazan Khan (1295-1302 M) naik tahta. Pada mulanya memeluk agama Buddha, tetapi ketika naik tahta dia mengumumkan diri memeluk agama Islam. Ghazan lahir pada 4 Desember 1271 M. Usianya ketika naik tahta genap 24 tahun. Pada umur 10 tahun dia diangkat menjadi gubernur Khurasan, Iran Utara. Pendmaping dan penasehatnya ialah Amir Nawruz, putra Arghun Agha yang telah menjadi gubernur di Persia Utara selama 39 tahun. Amir Nawruz adalah salah seorang pembesar awal yang memeluk agama Islam secara diam-diam. Atas usahanya Ghazan Khan memeluk Islam.
Ajakan Arghun kepada Ghazan Khan untuk memeluk Islam bermula ketika Ghazan sedang berjuang merebut tahta kerajaan dari saingan utamanya Baidu. AmirNawruz berkata, “ Berjanjilah Tuanku, apabila kelak Allah menganugerahkan kemenangan kepada Tuan, sebagai ucapan syukur Anda mesti memeluk agama Islam!” Atas petunjuk dan nasehat Amir Nawruz Ghazan Khan memperoleh kemenangan dengan mengalahkan pasukan Baidu di medan perang. Dia naik tahta pada tanggal 4 Sya`ban 644 H = 19 Juni 1295 M. Janjinya untuk memeluk Islam dipenuhi. Bersama 10.000 orang Mongol lain, termasuk sejumlah pembesar, bangsawan dan jenderal, dia mengucapkan dua kalimah syahadat di depan Syekh Sadrudin Ibrahi, seorang ulama sufi masyhur pada zamannya dan putra tabib atau dokter terkemuka pengikut Ibn Sina bernama al-Hamawi. Dalam sejarah tercatat pula bahwa Sultan Ghazan inilah raja Mongol pertama yang mencetak uang dinar dengan inskripsi Islam. Selama masa pemerintahannya yang singkat seni dan kebudayaan Islam kembali berkembang dengan suburnya. Dia mendatangkan banyak pelukis Cina ke istananya untuk mengajarkan seni lukis kepada orang-orang Persia dan Mongol.
Sultan Ghazan wafat pada 17 Mei 1304 M disebabkan konspirasi politik yang ingin menobatkan sepupunya Gaykathu yang beragama Buddha. Kematiannya ditangisi di seluruh Persia. Dia bukan hanya seorang negarawan, tetapi pencinta seni, khususnya arsitektur, seni kriya dan sastra. Dia juga pencinta ilmu pengetahuan alam, mempelajari astronomi,, kimia, mineralogy, metalurgi dan botani. Dia menguasai bahasa Arab, Cina, Tibvet, Persia, Hindi dan Latin. Penggantinya Uljaytu (1304-1316 M) meneruskan kebijakannya. Tetapi raja Mongol paling saleh di Persia ialah Abu Said (1317-1334 M). Di bawah pemerintahannya kebudayaan dan seni Islam kembali berkembang marak di Persia. Pada masa ini pulalah bangsa Mongol dan keturunan mereka yang telah bercampur dengan orang Turk dan Persia tidak merasa menjadi orang asing di Persia dan Asia Tengah.
Penaklukan dan pendudukan bangsa Mongol atas Persia dan Baghdad tidak hanya dirasakan di Asia Barat, Timur Tengah dan Asia Tengah. Tetapi juga di anak benua India dan Asia Tenggara. Dalam bukunya Atlas Budaya Islam (1992), Ismal R Faruqi menulis: “Sebagai akibat penaklukan itu terjadi perpindahan besar-besaran orang Islam dari Iran, Iraq, dan negeri Arab ke Asia Tenggara. Oleh sebab itu sejak abad ke-13 M wilayah ini (Asia Tenggara) menyaksikan maraknya eperluasan kekuatan Islam. Ulama, para sufi terkemuka, tentara yang tidak aktif lagi, seniman, tabib, para pengrajin dan semua anggota masyarakat dari berbagai lapisan, etnis, ras, golongan, dan aneka kepakaran berbondong-bondong datang ke Nusantara untuk mencari kehidupan yang aman dan perlindungan, jauh dari kekejaman yang terjadi selama terjadi peperangan dan penaklukan…” Dua pelabuhan penting yang digunakan untuk berlayar ke India dan Indonesia adalah pelabuhan Aden diYaman dan Hormuz di Teluk Persia. Tempat-tempat penting di Nusantara bagi masuknya para muahjirin itu ialah pelabuhan-pelabuhan di sepanjang pesisir umatra dari Samudra Pasai sampai Palembang di pantai timur dan Barus di pantai barat, kemudian mengalir ke pelabuhan-pelauhan utama di pulau Jawa seperti Tuban, Gresik, Jepara, Surabaya dan Cirebon.
Dampak penaklukan Mongol yang lebih besar tentu saja juga dialami negeri-negeri sekitarnya. Dampak yang paling nyata hingga sekarang ialah munculnya etnis-etnis Muslim campuran Mongol, Turk, Persia dan Cina Han di Asia Tengah, Rusia, dan Cina. Etnis-etnis ini menjadi penduduk negara-negara seperti Uzbekistan, Turkmenistan, Kazakhtan, Tajikistan, Kyrgistan dan lain sebagainya. Dinasti-dinasti besar dan kecil juga bermunculan dari keturunan mereka menjadi penguasa di banyak negeri Asia, khususnya Asia Tengah, sejak abad ke-13 sampai abad ke-19 M. Yang paling terkenal ilah Dinasti Mughal di India yang didirikan oleh Babur pada awal abad ke-15 M. Babur adalah keturunan Jengis Khan dari pihak ayah dan Timur Lenk dari pihak ibunya. Bersama tentaranya dari Ferghana ia mengembara melintasi Afghanistan dan akhirnya merebut Delhi. Tetapi impiannya untuk mendirikan kesultanan Mughal di India baru tercapai di tangan putranya Humayun dan cucunya yang masyhur Sultan Akbar. Dinasti ini berkuasa di India hingga awal abad ke-19 M. Kekuasaannya berakhir setelah dotaklukkan oleh Inggeris dan rajanya yang terakhir Bahadur Syah dibuang ke Myanmar, yang juga merupakan jajahan Inggeris ketika itu.
Peranan Dinasti Mughal di India sangat penting bagi penyebaran kebudayaan Islam Persia di anak benua itu dan Nusantara. Sampai akhir masa kekuasaannya bahasa Persia dijadikan bahasa pergaulan intelektual dan kebudayaan. Tetapi berbeda dengan Dinasti Safawi yang juga muncul pada abad yang sama, Dinasti Mughal tetap mempertahankan madzab Sunni sebagai anutannya, sedangkan Dinasti Safawi memilih mazhab Syiah.

0 komentar:

Posting Komentar